Memasuki tahun 2019 tentunya akan
menjadi tahun memanas untuk Negara ini. Karena tepatnya 17 April 2019 nanti
semua public akan dihadapkan peristiwa besar yakni pemilihan presiden dan wakil
presiden Indonesia periode 2019-2024 serta pemilihan calon legislatif. Boleh dibilang
dinamika politik semakin hari semakin menjadi jadi, bagaimana tidak, hanya
sedikit sentilan akan dengan cepat merembek ke publik dan menjadi hidangan untuk
diperbincangkan, gampang baperan, dan dikit-dikit saling melaporkan. Antara “Omongan”
dengan “Oongan” beda dikit.
Polemik yang terjadi di Indonesia
saat ini, tidak lepas dari dua kandidat yang akan melaju memperebutkan tahta
dan singgahsana Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Dengan segala
perangkat kampanye yang dilakukan dari itu media massa seperti TV, surat kabar,
media online ataupun media sosial menjadi alat paling ampuh untuk
memperkenalkan sang capres dan wapres, dan tentu juga berpotensi saling
menggoreng isu-isu yang bisa membuat mereka saling menjatuhkan satu sama lain.
Beberapa waktu yang lalu dalam
acara Indonesia Lawyers Club yang ditayangkan oleh TV One, dengan tema yang
diangkat “Menguji Netralitas KPU” , salah seorang pengamat politik bernama
Rocky Gerung yang mempunyai disiplin ilmu filsafat menanyakan hal kepada
perwakilan KPU yang hadir pada diskusi tersebut, bahwasannya Rocky mengutip
pernyataan Ketua KPU yang kurang lebih mengatakan perlunya diberikan kisi-kisi
atau gambaran pertanyaan debat agar mengurangi potensi memalukan publik. Kemudian
rocky gerung mengarahkan hadirin yang hadir pada tempat tersebut untuk melihat
background berlatarkan gambar kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden
dengan mengatakan “diantara ke empat orang ini atau kedua paslon ini, yang mana
berpotensi memalukan public ?” sontak seluruh audiens yang hadir pada diskusi
tersebut tertawa. Kemudian rocky gerung memberikan pernyataan yang cukup
makjleb dengan mengatakan “tidak perlu dijawab, cukup kasi kisi-kisi aja gituh”
dan riuh audiens pun kembali.
Rocky Gerung juga sempat
menambahkan bahwa tema yang cocok untuk diskusi tersebut bukanlah menguji
netralitas KPU tetapi menguji integritas KPU, karena pada dasarnya untuk
menjadi netral itu artinya tidak didikte atau tidak mendapatkan tekanan dari
pihak manapun, jika mempertemukan kedua belah pihak dengan memberikan
kesepakatan itu artinya KPU didikte.
Jika melihat dari kacamata
konstitusi, Lembaga KPU memang pada dasarnya adalah lembaga independent dalam
artian mereka tidak mendapatkan intervensi dari pihak manapun untuk menjalankan
pekerjaannya, cukup apa yang tertulis dalam undang-undang dan
peraturan-peraturan yang ada seharusnya sudah bisa menjalankan dengan tugas
yang baik, karena pada dasarnya KPU itu hadir untuk memberikan pendidikan
demokrasi yang baik di negeri ini, bukan dengan mempertontonkan sesuatu yang
bisa membuat publik menarik kesimpulan bahwasannya KPU memihak pada pasangan
calon tertentu.
Mari kita bersama-sama mengawal
pemilihan presiden dan wakil presiden ini dengan baik, semoga Republik Ini
diberikan pemimpin yang bisa membawa angin segar untuk menuju Indonesia yang
lebih baik.